Depok (ANTARA) - Remaja perempuan Indonesia menilai partisipasi politik penting, namun keterlibatan mereka masih sangat rendah karena mayoritas merasakan banyak hambatan untuk berpartisipasi.

"Beberapa hambatan di antaranya remaja perempuan berpikir politisi tidak akan mendengarkan mereka. Selain itu, mereka melihat politisi tidak banyak bicara terkait isu yang mempengaruhi perempuan," ujar Direktur Eksekutif Plan Indonesia Dini Widiastuti dalam Dialog Antargenerasi yang diselenggarakan Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bekerja sama dengan Yayasan Jurnal Perempuan dan Australian Volunteer Program di Universitas Indonesia Depok, Rabu.

Menurut riset State of The World’s Girls Report (SOTWG) yang dipublikasikan Plan International, sebanyak 69 persen dari 1.000 responden remaja perempuan Indonesia (15-24 tahun) merasakan berbagai tantangan untuk berpartisipasi di bidang politik.

Beberapa temuan menarik lainnya dari riset ini adalah tentang perasaan remaja perempuan terhadap pemimpin politiknya. Mayoritas remaja perempuan di Indonesia tidak percaya (54 persen) serta kurang yakin dalam menyalurkan aspirasinya kepada pemimpin politik (30 persen).

Selain itu, remaja perempuan Indonesia melihat masyarakat tidak terlalu menerima terhadap perempuan pemimpin politik nasional (20 persen). Hal ini jauh dibandingkan dengan opini responden remaja perempuan di tingkat global (49 persen) yang melihat perempuan lebih bisa diterima untuk menjadi pemimpin politik di negara mereka.

"Bicara mengenai partisipasi politik itu tidak hanya berarti yang berhubungan dengan pemilu. Banyak hal dalam keseharian yang berhubungan dengan keputusan penting bagi perempuan. Misal, kesehatan reproduksi dan pilihan masa depan. Itu bisa jadi isu politik, tidak hanya isu sosial. Oleh karena itu penting bagi perempuan terutama perempuan muda untuk bersuara,” ujar Dini.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan, Abby Gina menyatakan bahwa partisipasi kaum muda dan perempuan dalam politik merupakan syarat dari demokrasi yang inklusif.

"Penting untuk memberikan perhatian dan penguatan bagi perempuan dari kelompok muda, sebab mereka kerap mengalami tantangan berlapis untuk memasuki dunia politik yang identik sebagai ruang yang maskulin. Mereka terpinggirkan karena gender dan usia yang masih muda," ujarnya.

Menurut dia, dukungan politik yang seutuhnya bagi kaum muda perempuan hanya bisa dicapai melalui kolaborasi dari berbagai pihak.

Politisi muda Tsamara Amany sekaligus pendiri gerakan @temansandar mendorong agar lebih banyak ruang politik yang terbuka bagi partisipasi kaum muda, khususnya perempuan.

"Kita perlu mengikutsertakan kelompok muda dan perempuan dalam politik guna memastikan praktik politik kita benar-benar utuh dan setara," katanya.

Untuk menginspirasi dan mendukung peningkatan partisipasi politik kaum muda perempuan, Plan Indonesia bersama Yayasan Jurnal Perempuan menjalankan kampanye #KataKaumMuda sepanjang Maret 2023 dalam peringatan Hari Perempuan Internasional.

Puncak kampanye dilaksanakan dalam bentuk Dialog Antargenerasi yang menghadirkan perwakilan Plan Indonesia, Jurnal Perempuan, wakil ketua Badan Legislasi DPR RI, politisi muda, dosen filsafat FIB UI, Dekan FIB UI, Australian Volunteers Program, dan unsur mahasiswa Komite Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual UI.

Tujuan dialog ini untuk meningkatkan kesadaran dan hak politik remaja perempuan, baik di kalangan mahasiswa, politisi maupun publik secara umum.

Sebagai penutup rangkaian peringatan Hari Perempuan Internasional, Plan Indonesia juga menyuarakan aspirasi politik kaum muda dengan mengirimkan ‘Surat untuk Pemimpin’.

Nantinya, surat bersama (joint letters) yang telah dibuat oleh perwakilan kelompok kaum muda akan dikirimkan kepada para pemimpin politik, salah satunya Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Bambang Soesatyo. Harapannya agar aspirasi politik kaum muda dapat didengar oleh perwakilan rakyat dan para politisi.

Pewarta: Feru Lantara
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2023